Saat musim kampanye Pemiihan Umum Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) banyak baliho menancap di pepohonan. Para pemasang atribut partai politik dan caleg maupun calon kepada daerah memaku dan menjerat pohon-pohon dengan paku besar dan kawat tebal. Paku dan kawat bertebaran di tubuh pepohonan khususnya yang berada di tempat strategis.
Penancap paku dan pengikat kawat itu sangat paham, perbuatannya tak mebuat pohon mati. Kita juga sepakat dengan itu. Pengelola taman dan jalur hijau juga menyadari pohon-pohon itu akan tetap hidup. Atribut-atribut itu akan mendatangkan banyak uang dari perijinan. Kali ini pohon dirasakan “manfaat”nya bagi pemerintah dan pemilik pohon.
Kita juga perlu menyadari, pohon itu makhluk-Nya yang hidup. Dia punya anggota dan organ tubuh yang merasa seperti halnya kita. Bila kita tertusuk paku menjerit dengan keras, demikian halnya pohon. Bila bagian tubuh kita mengalami tekanan dan penyempitan, maka ada yang terganggu dari aliran udara dan darah kita, demikian juga pohon. Bila ungkapan sakit dari kita adalah menangis dengan mengeluarkan air mata, maka demikian pula pohon. Pohon menangis dengan mengeluarkan cairan dari tubuhnya. Sebagian pohon juga mengeluarkan sedikit suara mendesis tanda ada bagian tubuhnya terluka. Ya…pohon juga menangis seperti kita.
Pohon memang menangis, namun ia tidak cengeng. Pohon pasti menagis tapi ia tetap bekerja meski dalam kesakitan. Pohon tetap menjalankan perintah-Nya meski dalam tekanan dan jeratan. Pohon terus dan akan terus memberi manfaat meski manusia membacok batangnya, menebas cabang-cabangnya, mengelupas kulitnya, memangkas daun-daunnya.
Batang pohon yang dibacok justru salah satu cara memperlebat buah. Cabang-cabang yang dipangkas justru bias menghasilkan kayu yang lurus dan berkurang cacatnya. Kulit kayu yang terkelupas salah satu cara dia memperbaiki kualitas batangnya dan dapat mudah dipanen manusia. Daun-daun yang dipangkas akan merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru dan mendorong cabang-cabang bar uterus menjulur cepat.
Luar biasa pohon…sambil menangis dia memberi. Saat menangis dia berkerja. Kala menangis dia tetap taat pada-Nya. Sewaktu menagis dia memberi buah yang lebat, batang yang lurus, tunas yang baru dan cabang yang menjulang.
Sahabat…kita perlu menagis seperti pohon. Biarlah “paku-paku” ujian hidup menancap dalam hati, namun itu membuat kita makin berkualitas. Tak apalah jeratan “kawat” sempat mempersempit aliran kebahgiaan kita, namun dia akan lenyap ditelan pertumbuhan dan manfaat amal-amal kita.
By:Achmad Siddik Thoha
siddikthoha@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar