Tampilkan postingan dengan label KEBAJIKAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KEBAJIKAN. Tampilkan semua postingan

Selasa, 26 Januari 2010

CARA MENGUBAH NASIB DENGAN BANYAK BERBUAT KEBAJIKAN

Pada waktu dinasti Ming ada seorang yang “Pandai” memperbaiki nasib
dirinya. Namanya Yuen Liauw Fan. Dengan cara tak henti-hentinya melakukan kebajikan ia telah merubah nasibnya yang “Beru?sia Pendek”. “Tak berketurunan” dan “Tidak Berpangkat Tinggi”, hingga kelak ia menjadi seorang teladan bagi yang hendak memperbaiki nasib.
Yuen Liauw Fan adalah orang Tiongkok Selatan. Pada masa muda hidupnya sangatlah miskin, nafkahnya didapatkan dari ketabiban. Suatu hari ia pergi ke kuil Tse Yin She dimana ia bertemu dengan seorang yang sudah tua, yang bermarga Khong. Orangnya berwajah luar biasa seperti dewa dan ternyata pandai nujum. Lalu tuan Yuen mengundang bapak tua ini ke rumahnya. Pertama anggota keluarganya yang diramal. Ternyata sangat cocok. Barulah giliran dirinya sendiri. Bapak Khong ini ternyata sedikitpun tidak ceroboh, ia ramalkan bahwa tuan Yuen pada ujian di kabupaten akan mendapat nomor (ranking) ke 14, pada ujian di tingkat propinsi menduduki ranking ke 71, pada tingkat nasional menduduki ranking ke 9, namun ia hanya berpangkat kecil selama 3 tahun, usianya akan berakhir pada tanggal 4 bulan delapan ketika ia mencapai umur 53 tahun dan tak memperoleh anak.
Pada tahun kedua, semua tingkat ujian yang diramalkan ternyata cocok sekali. Telah lewat lagi 20 tahun, semua yang baik maupun yang buruk yang diramalkan oleh pertapa Khong tak ada yang meleset. Karenanya tuan Yuen sangat yakin dan percaya bahwa semua keberuntungan dan kenaasan dalam hidup manusia telah ditakdirkan, sedikitpun tak dapat dipaksakan. Selanjutnya ia tidak lagi berilusi, segalanya ia pasrahkan pada nasibnya. Akhirnya karena suatu urusan penting tuan Yuen pergi ke gunung Lew Shia dekat Nan King, dimana ia bertemu dengan seorang rahib Yin Ku Tan Se. Beliau telah menjelaskan teNtang Hukum Karma, diterangkan pula tentang “Nasib kusendiri yang buat, rejeki kusendiri yang mohon”. Dan beliau menganjurkan serta mendorong tuan Yuen janganlah menjadi si kerdil yang pasrah pada nasib.
Setelah mendapatkan penjelasan dan Yin Ku Tan Se, tuan Yuen sadar akan dirinya. Ia bertekad merubah nasib buruknya, sehingga ia berlutut di hadapan patung Buddha. Dengan sujud ia mengakui semua dosa-dosanya dan berjanji akan merubahnya, kemudian ia berjanji akan melakukan 3000 buah kebajikan dan mohon kenaikan pangkat. Selanjutnya ia mencatat semua kebajikan dan kejahatan yang dilakukan.
Tidak sampai 2 tahun walaupun 3000 buah kebajikan belum tercapai, dia sudah mendapat kenaikan pangkat. Sekarang fakta membuktikan bahwa ramalan pertapa Khong tidak lagi tepat. Namun tuan Yuen kurang tekun melakukan amalnya. Setelah lewat 10 tahun ke 3000 buah amal kebajikan baru tercapai dan ia telah mendapat kenaikan pangkat lagi. Hal ini telah menyadarkannya akan keuntungan memupuk dan melakukan kebajikan. Karena itu ia bersumpah akan melakukan lagi amal kebajikan sebanyak 3000 buah, mohon dikaruniai anak. Dan benar, belum lagi setahun isterinya melahirkan seorang putra. Isterinyapun sangat bijaksana, dengan rajin membantu suaminya menolong fakir miskin, atau melepaskan makhluk hidup, tiap hari rajin membaca Keng, meluaskan amal kebaikan, terkadang dalam satu hari bisa mencapai 10 buah kebajikan yang dilakukan, sehingga 3000 buah amal kebajikan tidak sampai 3 tahun telah terpenuhi. Selanjutnya mereka meneruskan amal kebajikan hingga mencapai sepuluh ribu buah lebih. Tanpa memohon perpanjangan usia, ternyata usianya telah mencapai 74 tahun dan putranya telah lulus sarjana, menjabat pangkat penting dalam propinsi.
Demikianlah kisah nyata tuan Yuen yang berani bertobat dan dalam jangka panjang tidak berhenti melakukan amal kebajikan hingga dapat merubah “Nasib Buruk” yang telah ditakdirkan. Ini merupakan cermin bagi orang-orang masa kini dan selanjutnya untuk mempelajari tentang Nasib, sekaligus membuktikan bahwa dengan rajin melakukan kebajikan dapat menciptakan nasib baru bagi dirinya sendiri.


Semoga bermanfaat.
sumber : 4 ajaran Liao Fan
diambil dari hasil postingan
http://www.wihara.com/forum/topik-umum/5613-mengubah-nasib.html

Senin, 25 Januari 2010

KEMATIAN

Beberapa waktu lalu seorang sahabat SMU saya meninggalkan duni (mati), dan beberapa waktu lalu pula seorang tetangga saya yang sudah berumur meninggal dunia pula, juga beberapa waktu lalu anak dari sahabat saya meninggal dunia juga, lalu beberapa waktu lalu juga saya menyaksikan preman pasar meninggal dunia karena di aniyaya masa. juga beberapa waktu lalu seorang pengendara motor meninggal karena tertabrak truk di belakangnya.

Kematian tidak memilih tua dan muda, kematian akan datang kepada kita semua cepat atau lambat, pasti dia menghampiri kita, memang manusia adalah mahluk yang berakal, dan memiliki kemampuan untuk merubah segala sesuatu yang ada di dunia, tapi untuk sebuah kematian manusia tak memiliki kuasa apapun untuk merubahnya, walaupun hanya menahan sedetik saja, tidak dengan akal, tidak dengan uang, juga tidak dengan kekuasaanya.

Memang sukar untuk kita untuk memahami sebuah kematian, tetapi kita sadar bahwa mereka itu ada, dan kita akrab dari satu kematian ke kematian lain dari saudara, sahabat, tetangga, kerabat atau siapa saja orang yang berada disekitar kita telah meninggal dunia, tidak ada teori yang dapat menjelaskan siapa yang akan meninggal terlebih dahulu, apakah kakek-kakek akan mati dahulu di banding anak kecil, jawabannya tidak. Apakah orang yang sakit parah akan meninggal lebih cepat dari pada orang yang sehat, jawabanya pun tidak. apakah seorang peramal bisa meramal kematian kita, jawabanya juga tidak.

Ketika nyawa dan jiwa telah tiada maka manusia hanya sesok jasad yang tidak berarti, tak layaknya manusia yang meninggal hanya bisa dikatakan sebagai bangkai, tidak manusia seutuhnya. Jasad memang tidak memiliki kinerja jasad akan berhenti ketika nyawa telah tiada di badan. andai saja ada teori yang bisa menjelaskan semua tentang bagaimana cara kita mati, bagaimana kita mati,bagaimana rasanya mati, dan apa yang terjadi ketika kita mati. tapi sampai saat ini tidak ada logika dan pemikiran manusia yang dapat pasti menjawabnya.semua jawaban tersebut.

Kita sebagai manusia lebih sering menghindari berpikir tentang kematian, apa lagi saaat ini dimana dunia terlalu komplek dan melenakan bagai kita, kita begitu mengagungkan kehidupan, kita mengagungkan semua yang kita miliki di dunia, kekayaan, jabatan, Kecantikan/ketampanan, semua orang sering berfikir semua itu selamanya. kita selalu siap dengan hari esok, seakan esok pagi kita masih bernyawa, tapi siapa yang menjamin besok kita masih bisa melihat keindahan dunia, masih bisa minum teh di pagi hari, masih bisa menonton Televisi, masih bisa makan nasi, masih bisa bertemu keluarga. jawabanya tidak ada yang bisa menjamin nyawa kita bersatu dengan tubuh saat kita bangun esok hari.

Tiap hari, orang-orang menyaksikan kematian orang lain di sekitarnya tetapi tidak memikirkan tentang hari ketika orang lain menyaksikan kematian diri kita. Ia tidak mengira bahwa kematian itu sedang menunggunya, siapkah kita jika detik ini kita mati. atau kita masih berfikir kita tak akan pernah mati, seperti sebuah lagi aku ingin hidup 1000 tahun lagi, walau pun 1000 tahun lagi toh tetap ada batas dari kehidupan yang kita jalani.

Yang manusia tau adalah saat kematian tiba ketika kita menghembuskan nafas terakhir kita, lalu apa lagi? semua masih menjadi tanya yang tak pernah terjawab oleh manusia hingga kini, karena tak ada orang yang telah mati memberi tahu bagaimana rasanya mati itu. ketika nafas terakhir di hembuskan maka manusia hanya menjadi bangkai, dan kemudian dikuburkan atau dibakar sesuai dengan kepercayaan yang kita anut, setelah itu tak ada lagi kita, yang ada hanya nama yang terukir di batu nisan, dan jejak atau nama baik/buruk kita (tergantung bagaimana kita dikenang oleh masrakat)

ketika jasad kita telah mati maka yang terjadi adalah senuah proses pembusukan yang cepat. Segera setelah kita dimakamkan, maka bakteri-bakteri dan serangga-serangga berkembang biak pada mayat kita; hal tersebut terjadi dikarenakan ketiadaan oksigen. Gas yang dilepaskan oleh jasad renik ini mengakibatkan tubuh jenazah menggembung, mulai dari daerah perut, yang mengubah bentuk dan rupanya. Buih-buih darah akan meletup dari mulut dan hidung dikarenakan tekanan gas yang terjadi di sekitar diafragma. Selagi proses ini berlangsung, rambut, kuku, tapak kaki, dan tangan akan terlepas. Seiring dengan terjadinya perubahan di luar tubuh, organ tubuh bagian dalam seperti paru-paru, jantung dan hati juga membusuk. Sementara itu, pemandangan yang paling mengerikan terjadi di sekitar perut, ketika kulit tidak dapat lagi menahan tekanan gas dan tiba-tiba pecah, menyebarkan bau menjijikkan yang tak tertahankan. Mulai dari tengkorak, otot-otot akan terlepas dari tempatnya. Kulit dan jaringan lembut lainnya akan tercerai berai. Otak juga akan membusuk dan tampak seperti tanah liat. Semua proses ini berlangsung sehingga seluruh tubuh menjadi kerangka.

Kematian sungguh pasti terjadi, mengingat mati bagi orang yang berfikir sungguh membuat jiwa bergetar, hal ini menyadarkan kita bahwa kita bukanlah siapa-siapa, walau dalam kehidupan di dunia manusia sering mengelomppokan dirinya dari kelas teri sampai kelas kakap, tetapi ketika menghadapi kematian mereka bukan apa-apa meraka hanya seonggok daging/bangkai, oleh karena itu kita harus sadar dalam kehidupan ini bahwa banyak kesia-sian telah kita perbuat di dunia menyakiti orang lain, menfitnah orang lain, bahwa pada akhirnya siapapun, pemeluk agama manapun, jabatan Apapun, Suku manapun, akan berakhir dengan kematian.
hanya menganjurkan berbuatlah baik dalam hidup, karena yang kita tuju bukan sebuah keabadian hidup, tetapi sebuah kematian, karena menurut agama manapun yang dibawa manusia saat mati hanyalah amal dan ibadah, bukan harta, kekayaan, atau jabatan. Mari kita saling membantu dalam kebaikan untuk mendapat amal dan ibadah untuk persiapan kematian kita kelak.


Erwin Arianto

sumber : http://erwin-arianto.blogspot.com/2009/06/kematian.html

Minggu, 24 Januari 2010

Apakah benar Karma Baik dan Karma Buruk itu ada !! ??

Alkisah hiduplah seorang pak tua dengan seorang putranya yang baru menginjak dewasa. Mereka hidup sederhana disebuah gubuk dilereng gunung dengan halaman yang cukup luas untuk berternak. Pada suatu hari bapak ini menemukan seekor anak kuda. Kemudian muncul niat orang tua ini membawa pulang anak kuda tersebut utk dipelihara. Setiap hari anak kuda ini dirawat dan dipelihara dengan penuh kasih sayang. Dipelihara dengan tulus, tanpa mengharap suatu hari kudanya akan laku dijual dsb. Sampai suatu hari anak kuda ini tumbuh menjadi seekor kuda dewasa yang besar dan kuat. Mereka sangat menyayangi kuda tersebut dan bahkan sudah dianggap seperti anggota keluarga.

Suatu hari, seorang kaya kebetulan lewat dan sangat tertarik dengan kuda tersebut. “Kuda terbagus yang pernah saya lihat”, demikian pikirnya. Singkatnya, ditawar dengan harga 3 kali lipat harga seekor kuda pada umumnya pun, kuda itu tetap tidak dijual oleh pak tua yang tidak kaya itu. Tetangga yang mendengar kabar tersebut mendatangi pak tua dan berkata ,”Engkau menolak rejeki. Itu kan karma baik anda, mengapa tidak anda ambil ?”. Pak tua menjawab,”Jangan membuat kesimpulan apapun. Apakah itu karma baik atau karma buruk, kita tidak tau apa-apa. Katakan saja, saat ini kudanya tidak dijual. Itu saja.”. Para tetangganya bingung dan tidak mengerti jalan pikiran pak tua ini.

Beberapa minggu kemudian, kuda itu lari dari kandangnya dan masuk kedalam hutan. Para tetangga kemudian berkata, “Karma buruk berbuah. Benar kan kataku,? kalau saja waktu itu kudanya dijual, kan tidak ada penyesalan.” Pak tua itu berkata,”Tidak ada yg perlu disesali. Jangan berpikir macam-macam, Katakan saja, saat ini kudannya tidak ada dikandang. Itu saja.”

Beberapa hari kemudian, ternyata kudanya pulang kekandangnya dengan membawa 5 ekor kuda lainnya. Tetangga kembali mengambil kesimpulan, “Rupanya kita keliru, yang kita kira karma buruk, ternyata adalah karma baik. Untung saja tidak dijual kudanya”. Pak tua itu kembali mengingatkan, “Jangan memberi analisa apapun. Katakan saja, kudanya saat ini ada dikandang dengan 5 ekor kuda liar lainnya. Itu saja”.

Kelima kuda kemudian dilatih oleh anaknya pak tua, agar menjadi lebih jinak. Tetapi kemudian anaknya jatuh dari kuda dan mengalami patah kaki. Seperti biasa tetangganya memberi komentar lagi,”Wah kita keliru lagi, yg kita kira karma baik ternyata adalah karma buruk. Susah ditebak” Pak tua tidak bosan mengingatkan tetangga,”Jangan suka menerka. Katakan saja kaki anak saya patah. Itu saja.”

Dua minggu kemudian setelah anak pak tua mengalami patah kaki, ternyata terjadi perang. Pemerintah mewajibkan semua lelaki yang masih kuat dan sehat untuk ikut berperang. Dan anak pak tua tidak diwajibkan utk berperang, sementara beberapa tetangganya menangis sedih karena anak lelaki diwajibkan ikut. Kali ini, tidak ada satupun yang memberi komentar apa-apa. Apakah ini karma baik ? Ataukah ini adalah karma buruk ?

Mari kita membahas contoh kasus diatas. Kita umumnya punya kebiasaan yg sama dengan tetangga pak tua. Pada saat terjadi suatu, kita suka memberi komentar, label, kesimpulan, persepsi, analisa terhadap sesuatu, meskipun terkadang tidak diperlukan sama sekali. Sesuatu yang kelihatannya tidak baik, bisa menjadi baik. Sebaliknya sesuatu yg kelihatannya buruk, pada kenyataanya adalah mulia.

Para pakar psikologi mengembangkan teori Positive Thinking dan Reframing dan orang Indonesia juga punya teori “Untung” dalam menghadapi masalah. Untung tidak sampai parah, untung tidak habis terbakar dsb. Yang intinya untuk menerima kenyataan dan melihat dari sisi yg positif. Semua cara ini digunakan agar manusia bisa hidup lebih bahagia, lebih baik, lebih santai, lebih bersemangat, lebih optimis dsb. Sehingga apabila nasi menjadi telah menjadi bubur, maka mereka menganjurkan utk membuat bubur ayam. Sehingga setelah diberi macam-macam bumbu, orang yang tidak suka makan buburpun bisa sedikit menikmatinya. Baik, bagus dan bermanfaat.

Tetapi saya mendapat cara yang berbeda dari Buddhism. Umat Buddha diajarkan untuk menyelesaikan masalah sampai ke akar-akarnya. Mencari sumber masalah yang memang sebenanrya ada didalam diri kita. Bukan diluar diri sehingga tidak perlu merubah bubur menjadi bubur ayam. Bubur putih pun bisa dinikmati. Karena setelah mengatasi sumber permasalahannya, maka masalah apapun tidak ada lagi. Karena pada tingkat kebenaran sejati, tidak ada yg namanya baik dan buruk, tidak ada yg jelek dan bagus. Benarkah ? Benarkah tidak ada yang namanya karma baik dan karma buruk ? Bagaimana bisa begitu ?

Dikatakan dalam Buddhism, bahwa semua masalah timbul dari pikiran kita sendiri. Pikiran yang dikotori oleh Dosa dan Lobha. Dosa (kebencian) yang sifat sejatinya dari dulu adalah menolak, tidak ingin, tidak suka, tidak menerima dsb , sementara Lobha (keserakahan) memiliki sifat sejati yg berlawan dengan Dosa yaitu : meraih, ingin lagi, tergiur, suka, terikat, melekat dsb.

Apabila Dosa yg memegang kendali maka muncul perasaan tidak suka, benci, penolakan dsb sehingga dengan gampangnya kita memberi label “Ah, Karma Buruk”. Sebaliknya apabila Lobha yang memegang kendali, maka timbul kemelekatan, nafsu keinginan, ambisi meraih, keserakahan dsb, biasanya kita berkata “Nah ini dia, Karma Baik ku”

Pada tingkat kebenaran sejati, semuaya adalah netral. Semuanya adalah permainan Dosa dan Lobha. Dosa lah yang menolak dan Lobha lah yang melekat pada objek. Tetapi celakanya, kita sudah terlanjur mempercayai Dosa dan Lobha itu sebagai bagian dari diri kita dan bahkan menganggap mereka adalah diri kita. Seolah diri kita lah yg suka dan tidak suka serta ingin dan tidak ingin. Akibatnya apapun yg “diperintahkan” oleh Dosa dan Lobha, akan kita lakukan. Hampir tidak perlu diseleksi dan disensor, Hampir setiap bentuk dosa yg muncul langsung kita ikuti, dan hampir setiap model lobha yg muncul juga kita turuti. Karena begitu yakinnya kita bahwa Dosa dan Lobha adalah diri kita.

Apabila Dosa sedang melakukan penolakan, membenci, tidak suka, maka kita berpikir “Aku benci, Aku tidak suka atau Aku sedang menderita”, sebaliknya apabila Lobha gagal meraih,, gagal mencapai harapan, kenyataan tidak seperti keinginan dan kita bilang “AKU sedih, Aku kecewa”. Karena dosa dan lobha itulah timbul ilusi yg disebut AKU. AKU senang, AKU sedih, AKU menderita, AKU gembira dsb.

Celakanya lagi, kita bahkan tidak tidak kenal dengan Dosa dan Lobha. Tidak mengetahui dan tidak menyadari kehadirannya. Mereka adalah tamu tak diundang, tetapi datang dan bersembunyi begitu rapi dalam pikiran. Mereka bekerja begitu halus. Dan yg paling parah adalah bahwa kita tidak tahu mereka telah lama mengendalikan diri kita. Mengapa bisa demikian ?

Semuanya karena “kebodohan” batin, kegelapan batin dan ketidaktahuan batin yg disebut MOHA. Hanya pada saat telah berhasil menghilangkan MOHA lah seseorang dapat melihat dengan jernih, apa adanya, tanpa mengikut sertakan Dosa dan Lobha, maka Dosa dan Lobha akan terlihat dengan jelas sekali. Dan pada saat itulah kita akan membuktikan sendiri bahwa diri kita bukanlah pikiran itu sendiri. Dan menemukan kenyataan bahwa AKU ternyata adalah ilusi, ternyata tidak ada, ternyata kosong.

Tanpa Dosa dan Lobha (tanpa persepsi, tanpa kesimpulan, tanpa analisa, tanpa membanding-bandingkan dsb), maka hidup menjadi sangat sederhana sekali. Makan hanyalah makan. Tidak ada dosa yang menolak makanan yang kurang enak, tidak suka manis, tidak ingin pedas, tidak mau makan yg sederhana, Tidak ada lobha yang memprovokasi agar mencari makan yg lebih banyak, yg lebih enak, ditempat yg lebih mewah dsb. Tidur hanyalah tidur. Tidak ada masalah tidur dimanapun. Sedih adalah sedih, kecewa adalah kecewa, bahagia adalah bahagia, berbuat kebajikan hanyalah berbuat kebajikan dsb. Semuanya menjadi sangat sederhana.

Dalam ajaran Buddha, yg disebuat orang suci adalah orang yang telah suci / bebas dari Dosa dan Lobha, sehingga tidak adalagi AKU didalam dirinya. Tidak ada lagi penolakan dan kemelekatan, sehingga tidak mungkin lagi ada karma baik dan karma buruk dalam persepsinya. Baginya, semuanya hanyalah proses, semua hanyalah fenomena alamiah yang datang dan pergi. Tidak ada yang baik dan tidak ada yang buruk. Keduanya sama saja dan netral adanya. Semuanya terlihat seperti apa yang terlihat. Semua yang dirasa seperti apa yg terasa. Bukan menurut pikiran. Tidak ada persepsi, kesimpulan, perbandingan, Baginya baik dan buruk sama saja. Tidak ada yg lebih baik dari lainnya, tidak ada yg lebih diminati dari lainnya. Semuanya setara.

Sebagai penutup, ingin saya katakan bahwa tulisan ini juga bagian dari permainan pikiran. Persepsi, kesimpulan dan analisa dari semua pengalaman dan informasi yang tersimpan dialam pikiranku. Seorang guru meditasi mengatakan, “Tidak ada satu bentuk pikiranpun yang layak dipercayai”. Demikian juga tulisan ini adalah produk dari pikiran yg tentunya juga tidak layak dipercayai. Apalagi ditulis oleh seseorang yang batinnya masih begitu kuat dicengkeram oleh Dosa dan Lobha. Tetapi terlepas dari apapun kesimpulan saya, benar atau salah, tepat atau tidak, Dhamma tetap adalah Dhamma. Dan Dhamma sungguh layak untuk dibuktikan dan dialami sendiri oleh makhluk yang disebut manusia. Dan berbahagialah orang yang melihat, mengalami dan bertemu dengan Dhamma

Semoga sharing ini bermanfaat.

sumber : http://dhammacitta.org/perpustakaan/apakah-benar-karma-baik-dan-karma-buruk-itu-ada/