Tampilkan postingan dengan label Ummi (Ibu). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ummi (Ibu). Tampilkan semua postingan

Senin, 08 Februari 2010

PAHALA KEGUGURAN DAN KEMATIAN ANAK

By: ummu yahya al-kadiriyyah

Rosululloh Shollalloohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, bayi yang gugur akan menarik ibunya ke surga dengan pusarnya jika ia berihtisab (mengharap pahala) ketika kematiannya itu.” (HR. Ibnu Majah no. 1598)

Dari Abul Hasan, ia berkata: Kedua anakku meninggal, maka aku berkata kepada Abu Huroiroh rodliyallohu ‘anhu, “Aku mendengar dari Rosululloh Shollalloohu ‘alayhi wa sallam sebuah hadits yang jika kami membicarakannya, jiwa kami merasa terhibur kaitannya dengan kerabat kami yang meninggal?” Ia berkata, “Benar, anak kecil mereka yang mati akan menjadi larva-larva surga, salah seorang dari mereka akan bertemu dengan ayahnya –atau beliau mengatakan dengan kedua orang tuanya –kemudian menggamit ujung bajumu ini. Anak itu tidak akan berhenti sampai Alloh memasukkannya ke dalam surga.”

Dari Abu Sa’id Al-Khudri rodliyallohu ‘anhu bahwa Rosululloh Shollalloohu ‘alayhi wa sallam bersabda kepada kaum wanita, “Tidaklah seorang wanita dari kalian yang tiga anaknya meninggal, kecuali mereka menjadi perisai baginya dari api neraka.” Salah seorang dari mereka bertanya, “Bagaimana dengan dua?” Beliau Shollalloohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Dan dua.”

Dari Abu Huroiroh rodliyallohu ‘anhu, ia berkata: Ada seorang wanita datang dengan membawa anaknya seraya berkata, “Wahai Nabi Alloh, berdoalah kepada Alloh untuknya. Sungguh sudah tiga anakku yang dikubur.” Beliau Shollalloohu ‘alayhi wa sallam bertanya, “Tiga anak dikubur?” “Benar”, jawab wanita itu. Beliau pun bersabda, “Sungguh engkau telah terlindungi dengan sebuah tameng keras (yang menjaga) dari api neraka.”

Ahmad berkata: Waki’ bercerita kepadaku: Syu’bah menceritakan kepadaku dari Mu’awiyah bin Qurroh dari ayahnya, bahwasannya ada seorang lelaki datang kepada Nabi Shollalloohu ‘alayhi wa sallam bertanya, “Apakah engkau mencintainya?” Ia menjawab, “Wahai Rosululloh, Alloh mencintai Anda sebagaimana aku juga mencintai anakku ini.” Tak lama berselang, lelaki tadi meninggalkan Nabi Shollalloohu ‘alayhi wa sallam. Kemudian beliau berkata, “Apa yang sebenarnya terjadi dengan anak si fulan?” Para sahabat mengatakan, “Wahai Rosululloh, ia telah meninggal dunia.” Maka Rosululloh Shollalloohu ‘alayhi wa sallam bersabda kepada ayahnya tadi, “Tidak sukakah kamu, apabila kamu mendatangi salah satu pintu surga, engkau dapati anakmu telah menunggumu di sana?” Maka, ada seseorang yang bertanya, “Wahai Rosululloh, apakah itu hanya berlaku untuk dia saja atau untuk kami semua?” Beliau menjawab, “Bahkan untuk kalian semua.”

Jadi, jika anak hidup sepeninggal orang tuanya, ia akan memberikan manfaat kepada keduanya –jika ia anak sholih–, demikian halnya jika anak mati sebelum keduanya, ia pun akan memberikan manfaat kepada keduanya.

Maroji’:
Ibrohim bin Sholih Al-Mahmud & Nauroh binti Abdurrohman. Kado Spesial Calon Ibu. Solo: Al-Qowwam Publishing

Sumber:
http://ummuyahyakdr.blogspot.com/2010/01/pahala-keguguran-dan-kematian-anak.html

Sabtu, 23 Januari 2010

UMI…(IBU)


1. SURAT DARI IBU YANG TERKOYAK HATINYA

Anakku…

Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan deras menyertai tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang gagah lagi matang. Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat memahami makna ini dengan baik.... Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu. Seluruh aktivitas aku jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat didepan mataku saat aku melahirkanmu. Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami.

Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku demi kesehatanmu. Kegelisahanku demi kebaikanmu. Harapanku hanya ingin melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.

Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu. Kemudian tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.

Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat anakku.

Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu semakin susah melakukan gerakan.

Anakku…

Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima kasih kepadanya. Sementara Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada dirimu. Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu ? Apakah engkau sudah kehabisan rasa kasihmu pada Ibu ? Ibu bertanya-tanya, dosa apa yang menyebabkan dirimu enggan melihat dan mengunjungi Ibu ? Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu, mana upah Ibu selama ini ?

Anakku...

Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan luluh untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan, sekaligus duka dan kesedihan ? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini kepada Dzat yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang lain. Sebab, ini akan menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun akan menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati melakukannya,

Anakku…

Walaupun bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya diriku…

Anakku…

Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan berasal dari jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat kepada keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Allah, kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.

Anakku..

Takutlah engkau kepada Allah karena kedurhakaanmu kepada Ibu. Sekalah air mataku, ringankanlah beban kesedihanku. Terserahlah kepadamu jika engkau ingin merobek-robek surat ini. Ketahuilah, "Barangsiapa beramal shalih maka itu buat dirinya sendiri. Dan orang yang berbuat jelek, maka itu (juga) menjadi tanggungannya sendiri".

Anakku…

Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan yang sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati. Darah persalinan, itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau menyusui. Ingatlah belaian sayang dan kelelahan Ibu saat engkau sakit. Ingatlah ….. Ingatlah…. Karena itu, Allah menegaskan dengan wasiat : "Wahai, Rabbku, sayangilah mereka berdua seperti mereka menyayangiku waktu aku kecil".

Anakku…

Allah berfirman: "Dan dalam kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal" [Yusuf : 111]

Pandanglah masa teladan dalam Islam, masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, supaya engkau memperoleh potret bakti anak kepada orang tua.

Sumber : Almanhaj.or.id


2. BERBAKTI KEPADA IBU...

Suatu hari seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan berkata,"Wahai Rasulullah SAW, aku telah menggendong Ibuku sejauh 8 km, pada cuaca yang sangat panas, yang sekiranya jika aku melemparkan beberapa potong daging, maka daging itu akan matang.
Apakah dengan hal itu aku telah melakukan baktiku kepadanya...?"

Mendengar penuturan laki-laki itu, Rasulullah SAW berkata,"Barangkali itu baru sama dengan satu kali hentakan disaat melahirkan."


3.MAAFKAN AKU IBU....


Saat engkau hadir di dunia ini, Ibu mendekapmu erat dalam hangat peluknya.
Engkau mensyukurinya dengan menjerit sekencang mungkin.

Saat engkau berumur 1 tahun, Ibu menyusui dan memandikanmu.
Engkau mensyukurinya dengan tangisanmu yang membangunkannya di tengah malam.

Saat engkau berumur 2 tahun, Ibu melatihmu berjalan.
Engkau mensyukurinya dengan berlari menjauh saat Ibu memanggil.

Saat engkau berumur 3 tahun, Ibu membuatkan bubur untukmu dengan penuh cinta.
Engkau mensyukurinya dengan membanting mangkokmu ke lantai hingga berceceran.

Saat engkau berumur 4 tahun, Ibu memberimu pensil warna.
Engkau mensyukurinya dengan mencoreti permukaan meja makan.

Saat engkau berumur 5 tahun, Ibu memakaikan pakaian terbaik untukmu dan mengajakmu jalan-jalan. Engkau mensyukurinya dengan meloncat-loncat di atas genangan lumpur yang kau jumpai.

Saat engkau berumur 6 tahun, Ibu memasukkanmu ke sekolah dasar.
Engkau mensyukurinya dengan berteriak, "AKU TIDAK MAUU !!"

Saat engkau berumur 7 tahun, Ibu membelikanmu bola sepak.
Engkau mensyukurinya dengan menyepaknya kuat-kuat hingga memecahkan kaca jendela tetanggamu.

Saat engkau berumur 8 tahun, Ibu membelikanmu es krim.
Engkau mensyukurinya dengan menumpahkannya ke pangkuanmu.

Saat engkau berumur 9 tahun, Ibu membayarkan kursus piano untukmu.
Engkau mensyukurinya dengan tak pernah serius berlatih.

Saat engkau berumur 10 tahun, Ibu mengantarkanmu bermain bola, berolahraga dan ke pesta ulang tahun temanmu.
Engkau mensyukurinya dengan melompat keluar dari mobil tanpa berpamitan.

Saat engkau berumur 11 tahun, Ibu mengajak engkau dan temanmu ke bioskop.
Engkau mensyukurinya dengan menyuruh Ibu duduk di barisan yang berbeda.

Saat engkau berumur 12 tahun, Ibu mengingatkanmu untuk tidak menonton acara TV tertentu.
Engkau mensyukurinya dengan menunggu hingga Ibu keluar rumah.

Belasan tahun kemudian,

Saat engkau berumur 13 tahun, Ibu menyuruhmu memotong rambut.
Engkau mensyukurinya dengan mengatakan bahwa Ibu tidak mengerti mode.

Saat engkau berumur 14 tahun, Ibu membayarkan kemah remaja selama sebulan untukmu.
Engkau mensyukurinya dengan tak pernah menceritakan kabarmu selama itu.

Saat engkau berumur 15 tahun, Ibu pulang dari kantor, mencari pelukanmu.
Engkau mensyukurinya dengan menutup dan mengunci pintu kamarmu.

Saat engkau berumur 16 tahun, Ibu mengajarkan padamu cara mengendarai mobil.
Engkau mensyukurinya dengan memakai mobil setiap ada kesempatan.

Saat engkau berumur 17 tahun, Ibu menunggu telepon penting.
Engkau mensyukurinya dengan bertelepon ria sepanjang malam.

Saat engkau berumur 18 tahun, Ibu menangis haru pada hari kelulusanmu.
Engkau mensyukurinya dengan berpesta pora bersama temanmu hingga fajar menjelang.

Ketika tubuh ibumu bertambah lemah, semakin tua ...

Saat engkau berumur 19 tahun, Ibu membayari biaya kuliahmu, mengantarkanmu ke kampus dan membawakan barang-barangmu.
Engkau mensyukurinya dengan berpamitan sedemikian rupa, agar tak nampak Ibu memelukmu di depan teman-temanmu.

Saat engkau berumur 20 tahun, Ibu bertanya sudahkah engkau mempunyai pacar ?
Engkau mensyukurinya dengan menjawab, "Bukan urusanmu."

Saat engkau berumur 21 tahun, Ibu menyarankanmu bekerja di bidang ini-itu kelak.
Engkau mensyukurinya dengan menjawab, "Aku tidak mau seperti Ibu."

Saat engkau berumur 22 tahun, Ibu memelukmu saat tibanya hari wisudamu.
Engkau mensyukurinya dengan minta hadiah tur ke Eropa.

Saat engkau berumur 23 tahun, Ibu memberikan perabotan untuk rumah kontrakanmu.
Engkau mensyukurinya dengan mengatakan pada temanmu, perabotan itu jelek.

Saat engkau berumur 24 tahun, Ibu bertemu dengan pacarmu dan menanyakan rencana pernikahanmu. Engkau mensyukurinya dengan melotot dan menggeram, "Ibuu ... nantilah !"

Saat engkau berumur 25 tahun, Ibu membantu biaya pesta pernikahanmu dan Ibu menangis bahagia, serta mengatakan betapa besar cintanya padamu.
Engkau mensyukurinya dengan pindah ke luar kota.

Saat engkau berumur 30 tahun, Ibu memberi nasihat untuk perawatan anak-anakmu.
Engkau mensyukurinya dengan menjawab, "Sekarang zamannya sudah beda."

Saat engkau berumur 40 tahun, Ibu menelponmu dan mengingatkan akan acara perkumpulan keluarga. Engkau mensyukurinya dengan mengatakan bahwa engkau benar-benar sibuk sekarang.

Saat engkau berumur 50 tahun, Ibu jatuh sakit dan membutuhkan engkau untuk merawatnya.
Engkau mensyukurinya dengan menceritakan kisah orang tua yang menjadi beban bagi anak-anaknya.

Hingga kemudian, di suatu hari, Ibu meninggal.

Dan segala sesuatu yang tak pernah kau baktikan untuk Ibu setulusnya, menjelma menjadi penyesalan yang menyiksa dirimu seumur hidup, menghujam sampai lubuk hatimu bak halilintar.

Semuanya sudah terlambat.
Kini setiap saat tinggalah penyesalanmu "Maafkan aku ibuku"