By:Oktavia Elisawati
Disebuah toko sepatu dikawasan perbelanjaan termewah di sebuah kota, Nampak di etalase sebuah sepatu dengan anggun diterangi oleh lampu yang indah. Dari tadi dia Nampak jumawa dengan posisinya, sesekali dia menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memamerkan kemolekan designnya, haknya yang tinggi.
Pada saat jam istirahat, seorang pramuniaga yang akan makan siang meletakkan sepasang sandal jepit tidak jauh dari letak sang sepatu.
“Hai sandal jepit, sial sekali nasib kamu, diciptakan sekali saja dalam bentuk buruk dan tidak menarik”, sergah sang sepatu dengan nada congkak.
Sandal jepit hanya terdiam dan melemparkan sebuah senyum persahabatan.
“Apa menariknya menjadi sandal jepit?, tidak ada kebanggaan bagi para pemakainnya, tidak pernah mendapatkan tempat penyimpanan yang istimewa, dan tidak pernah disesali pada saat hilang, kasihan sekali kamu”, ujar sang sepatu dengan nada yang semakin tinggi dan bertambah sinis.
Sandal jepit menarik nafas panjang, sambil menatap sang sepatu dengan tatapan lembut, dia berkata “Wahai sepatu yang terhormat, mungkin semua orang akan memiliki kebanggaan jika memakai sepatu yang indah dan mewah sepertimu. Mereka akan menyimpannya ditempat yang terjaga, membersihkannya meskipun masih bersih, bahkan sekali-sekali memamerkan kepada sanak keluarga maupun tetangga yang berkunjung ke rumahnya”. Sandal jepit berhenti sejenak dan membiarkan sang sepatu menikmati pujiannya.
“Tetapi sepatu yang terhormat, kamu hanya menemaninya di dalam kesemuan, pergi ke kantor maupun ke undangan-undangan pesta untuk sekedar sebuah kebanggaan. Kamu hanya dipakai sekali saja. Bedakan dengan aku. Aku siap menemani kemana saja pemakaiku pergi, bahkan aku sangat loyal meski dipakai ke toilet ataupun kamar mandi. Aku memunculkan kerinduan bagi pemakaiku. Setelah dia seharian dalam cengkeraman keindahanmu, maka manusia akan segera merindukanku. Karena apa wahai sepatu? Karena aku memunculkan kenyamanan dan kelonggaran. Aku tidak membutuhkan perhatian dan perawatan yang special. Dalam kamus kehidupanku, jika kita ingin membuat orang bahagia maka kita harus menciptakan kenyamanan untuknya”, Sandal jepit berkata dengan antusias dan membiarkan sang sepatu terpana.
“Sepatu ! Sahabatku yang terhormat, untuk apa kehebatan kalau sekedar untuk dipamerkan dan menimbulkan efek ketakutan untuk kehilangan. Untuk apa kepandaian dikeluarkan hanya untuk sekedar mendapatkan kekaguman.” Sepatu mulai tersihir oleh ucapan sandal jepit.
“Tapi bukankah menyenangkan jika kita dikagumi banyak orang”, jawab sepatu mencoba mencari pembenar atas posisinya. Sandal jepit tersenyum dengan bijak “Sahabatku! Ditengah kekaguman sesungguhnya kita sedang menciptakan tembok pembeda yang tebal, semakin kita ingin dikagumi maka sesungguhnya kita sedang membangun temboknya”.
Dari pintu toko nampak sang pramuniaga tergesa-gesa mengambil sandal jepit karena ingin bersegera mengambil air wudhu. Sambil tersenyum bahagia sandal jepit berbisik kepada sang sepatu.
“Lihat sahabatku, bahkan untuk berbuat kebaikan pun manusia mengajakku dan meninggalkanmu”.
Sepatu menatap kepergian sandal jepit ke mushola dengan penuh kekaguman seraya berbisik perlahan “Terima kasih, engkau telah memberikan pelajaran yang berharga sahabatku, sandal jepit yang terhormat”.
Semoga dari cerita sandal jepit dan sepatu ini bisa menjadi bahan renungan bagi kita semua.
Dikutip dari : buku floeksi edisi 43
Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh. "Jangan bersedih, Perbanyaklah mohon ampun, karena sesungguhnya ALLAH Maha Pengampun." Dalam hidup ini kita akan melihat baik dan buruk. kadang mengalami hari yang cerah, kadang mendung. Sesaat kita di bawah, sebentar kita di atas. Ada kalanya kita senang dan ceria, ada waktunya kita sedih, dan sakit. tapi tetap inget 1 kata : S.E.M.A.N.G.A.T dan selalu Berpikir Positif. Belajar >>> Sukses Terus...!!!
Tampilkan postingan dengan label MOTIVASI INDONESIA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MOTIVASI INDONESIA. Tampilkan semua postingan
Rabu, 03 Februari 2010
Sabtu, 30 Januari 2010
Sepuluh Kualitas Karakter
1. Ketulusan
Ketulusan menempati peringkat pertama sebagai sifat yang paling disukai oleh
semua orang. Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai karena
yakin tidak akan dibodohi atau dibohongi. Orang yang tulus selalu mengatakan
kebenaran, tidak suka mengada-ada, pura- pura, mencari-cari alasan atau
memutarbalikkan fakta. Prinsipnya “Ya diatas Ya dan Tidak diatas Tidak”.
Tentu akan lebih ideal bila ketulusan yang selembut merpati itu diimbangi
dengan kecerdikan seekor ular. Dengan begitu, ketulusan tidak menjadi
keluguan yang bisa merugikan diri sendiri.
2. Kerendahan Hati
Berbeda dengan rendah diri yang merupakan kelemahan, kerendah hatian justru
mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap
rendah hati. Ia seperti padi yang semakin berisi semakin menunduk. Orang
yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Ia bisa
membuat orang yang diatasnya merasa oke dan membuat orang yang di bawahnya
tidak merasa minder.
3. Kesetiaan
Kesetiaan sudah menjadi barang langka & sangat tinggi harganya. Orang yang
setia selalu bisa dipercaya dan diandalkan. Dia selalu menepati janji, punya
komitmen yang kuat, rela berkorban dan tidak suka berkhianat.
4. Positive Thinking
Orang yang bersikap positif (positive thinking) selalu berusaha melihat
segala sesuatu dari kacamata positif, bahkan dalam situasi yang buruk
sekalipun. Dia lebih suka membicarakan kebaikan daripada keburukan orang
lain, lebih suka bicara mengenai harapan daripada keputusasaan, lebih suka
mencari solusi daripada frustasi, lebih suka memuji daripada mengecam, dan
sebagainya.
5. Keceriaan
Karena tidak semua orang dikaruniai temperamen ceria, maka keceriaan tidak
harus diartikan ekspresi wajah dan tubuh tapi sikap hati. Orang yang ceria
adalah orang yang bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluh dan selalu
berusaha meraih kegembiraan. Dia bisa mentertawakan situasi, orang lain,
juga dirinya sendiri. Dia punya potensi untuk menghibur dan mendorong
semangat orang lain.
6. Bertanggung Jawab
Orang yang bertanggung jawab akan melaksanakan kewajibannya dengan
sungguh-sungguh. Kalau melakukan kesalahan, dia berani mengakuinya.
Ketika mengalami kegagalan, dia tidak akan mencari kambing hitam untuk
disalahkan. Bahkan kalau dia merasa kecewa dan sakit hati, dia tidak akan
menyalahkan siapapun. Dia menyadari bahwa dirinya sendirilah yang
bertanggung jawab atas apapun yang dialami dan dirasakannya.
7. Percaya Diri
Rasa percaya diri memungkinkan seseorang menerima dirinya sebagaimana
adanya, menghargai dirinya dan menghargai orang lain. Orang yang percaya
diri mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru. Dia
tahu apa yang harus dilakukannya dan melakukannya dengan baik.
8. Kebesaran Jiwa
Kebesaran jiwa dapat dilihat dari kemampuan seseorang memaafkan orang lain.
Orang yang berjiwa besar tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa benci
dan permusuhan. Ketika menghadapi masa- masa sukar dia tetap tegar, tidak
membiarkan dirinya hanyut dalam kesedihan dan keputusasaan.
9. Easy Going
Orang yang easy going menganggap hidup ini ringan. Dia tidak suka
membesar-besarkan masalah kecil. Bahkan berusaha mengecilkan masalah-
masalah besar. Dia tidak suka mengungkit masa lalu dan tidak mau khawatir
dengan masa depan. Dia tidak mau pusing dan stress dengan masalah-masalah
yang berada di luar kontrolnya.
10. Empati
Empati adalah sifat yang sangat mengagumkan. Orang yang berempati bukan saja
pendengar yang baik tapi juga bisa menempatkan diri pada posisi orang lain.
Ketika terjadi konflik dia selalu mencari jalan keluar terbaik bagi kedua
belah pihak, tidak suka memaksakan pendapat dan kehendaknya sendiri. Dia
selalu berusaha memahami dan mengerti orang lain.
Ketulusan menempati peringkat pertama sebagai sifat yang paling disukai oleh
semua orang. Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai karena
yakin tidak akan dibodohi atau dibohongi. Orang yang tulus selalu mengatakan
kebenaran, tidak suka mengada-ada, pura- pura, mencari-cari alasan atau
memutarbalikkan fakta. Prinsipnya “Ya diatas Ya dan Tidak diatas Tidak”.
Tentu akan lebih ideal bila ketulusan yang selembut merpati itu diimbangi
dengan kecerdikan seekor ular. Dengan begitu, ketulusan tidak menjadi
keluguan yang bisa merugikan diri sendiri.
2. Kerendahan Hati
Berbeda dengan rendah diri yang merupakan kelemahan, kerendah hatian justru
mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap
rendah hati. Ia seperti padi yang semakin berisi semakin menunduk. Orang
yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Ia bisa
membuat orang yang diatasnya merasa oke dan membuat orang yang di bawahnya
tidak merasa minder.
3. Kesetiaan
Kesetiaan sudah menjadi barang langka & sangat tinggi harganya. Orang yang
setia selalu bisa dipercaya dan diandalkan. Dia selalu menepati janji, punya
komitmen yang kuat, rela berkorban dan tidak suka berkhianat.
4. Positive Thinking
Orang yang bersikap positif (positive thinking) selalu berusaha melihat
segala sesuatu dari kacamata positif, bahkan dalam situasi yang buruk
sekalipun. Dia lebih suka membicarakan kebaikan daripada keburukan orang
lain, lebih suka bicara mengenai harapan daripada keputusasaan, lebih suka
mencari solusi daripada frustasi, lebih suka memuji daripada mengecam, dan
sebagainya.
5. Keceriaan
Karena tidak semua orang dikaruniai temperamen ceria, maka keceriaan tidak
harus diartikan ekspresi wajah dan tubuh tapi sikap hati. Orang yang ceria
adalah orang yang bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluh dan selalu
berusaha meraih kegembiraan. Dia bisa mentertawakan situasi, orang lain,
juga dirinya sendiri. Dia punya potensi untuk menghibur dan mendorong
semangat orang lain.
6. Bertanggung Jawab
Orang yang bertanggung jawab akan melaksanakan kewajibannya dengan
sungguh-sungguh. Kalau melakukan kesalahan, dia berani mengakuinya.
Ketika mengalami kegagalan, dia tidak akan mencari kambing hitam untuk
disalahkan. Bahkan kalau dia merasa kecewa dan sakit hati, dia tidak akan
menyalahkan siapapun. Dia menyadari bahwa dirinya sendirilah yang
bertanggung jawab atas apapun yang dialami dan dirasakannya.
7. Percaya Diri
Rasa percaya diri memungkinkan seseorang menerima dirinya sebagaimana
adanya, menghargai dirinya dan menghargai orang lain. Orang yang percaya
diri mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru. Dia
tahu apa yang harus dilakukannya dan melakukannya dengan baik.
8. Kebesaran Jiwa
Kebesaran jiwa dapat dilihat dari kemampuan seseorang memaafkan orang lain.
Orang yang berjiwa besar tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa benci
dan permusuhan. Ketika menghadapi masa- masa sukar dia tetap tegar, tidak
membiarkan dirinya hanyut dalam kesedihan dan keputusasaan.
9. Easy Going
Orang yang easy going menganggap hidup ini ringan. Dia tidak suka
membesar-besarkan masalah kecil. Bahkan berusaha mengecilkan masalah-
masalah besar. Dia tidak suka mengungkit masa lalu dan tidak mau khawatir
dengan masa depan. Dia tidak mau pusing dan stress dengan masalah-masalah
yang berada di luar kontrolnya.
10. Empati
Empati adalah sifat yang sangat mengagumkan. Orang yang berempati bukan saja
pendengar yang baik tapi juga bisa menempatkan diri pada posisi orang lain.
Ketika terjadi konflik dia selalu mencari jalan keluar terbaik bagi kedua
belah pihak, tidak suka memaksakan pendapat dan kehendaknya sendiri. Dia
selalu berusaha memahami dan mengerti orang lain.
Jumat, 29 Januari 2010
Catatan Adji' Prasetya: Let it go and go away..
16 April 2009 — rumahkayu
Senja hari. Semburat warna merah matahari menerangi langit.
KEHARUMAN teh menyebar dari tiga buah gelas yang terletak di meja teras rumah kayu. Sementara itu, dari halaman terdengar suara gelak tawa Pradipta dan Kuti yang sedang bermain bola berdua.
Dee duduk di teras, membaca tulisan suaminya entah untuk yang keberapa kalinya. Dia memang selalu menyukai tulisan Kuti, tetapi ada beberapa buah tulisan yang dibuat Kuti yang amat disukainya. Termasuk…
Dee menoleh mendengar suara- suara mendekat. Pradipta dan Kuti telah selesai bermain bola dan berjalan menuju teras. Dengan senang hati mereka menghampiri teh hangat dan martabak telur yang tersaji di atas meja.
“ Baca apa ‘yang? “ tanya Kuti menghampiri istrinya.
Dee tersenyum. “ Tulisanmu, “ jawabnya.
“ Indah sekali, “ lanjut Dee lagi.
Kuti tertawa. Telah diduganya jawaban sang istri tersebut. Sejak awal tulisan itu dibuat, Dee telah mengatakan bahwa dia menyukai tulisan tersebut. Dan Kuti tahu, Dee memiliki kebiasaan untuk membaca tulisan- tulisan yang disukainya lagi… lagi… dan lagi…
Perlahan, Kuti menghirup teh hangat dari gelasnya, sementara Dee masih membaca tulisan itu lagi, entah untuk yang ke berapa kalinya. Saat sedang membaca, telinga Dee lamat- lamat mendengar sebuah lagu lawas yang dinyanyikan Frank Sinatra
Walk away, please go before you throw your life away,
A life I could share for just a day.
We could have met some years ago. For your sake I’ll say,
Walk away, just go, walk away and live a life that’s full with no regret.
Don’t look back to me, just try to forget.
Why build a dream that cannot come true, so be strong,
Reach the stars now, walk away, walk on.
If I heard your voice, I’ll beg you to stay,
So don’t say a word, just run away.
Goodbye, my love, my tears will fall now that you’re gone,
I can’t help but cry but I must go on.
I’m sad that after searching so long,
Knew I love you but told you, walk away, walk on.
Mendengar kata- kata penutup lagu tersebut “walk away, walk on…” Dee tiba- tiba teringat sesuatu. Dia menatap kata- kata dalam tulisan Kuti yang sedari tadi dibacanya “Ketika hasrat dan harapan tak lagi selaras (dengan kenyataan) … “
“ ‘yang “ Dee menyapa Kuti
Kuti yang sedang menikmati teh hangatnya menoleh ke arah Dee.
“ ‘yang, “ kata Dee, “ kita kan sering sekali mendengar kalimat- kalimat pemberi semangat yang memotivasi seseorang saat menghadapi masalah, situasi yang tak diharapkan, ketika hasrat dan harapan tak selaras dengan kenyataan, untuk tetap menghadapi hal- hal tersebut dengan tabah dan kuat hati…”
Kuti mengangguk. Tentu saja dia pernah mendengar kalimat- kalimat seperti itu.
Dee menatap suaminya dan berkata, “ Ternyata sebenarnya… dalam hidup, tidak semua masalah harus dihadapi, tidak pada semua situasi tak enak seseorang harus bertahan menghadapi. Ada saat- saat dimana orang harus mengetahui kapan dia harus membiarkan sesuatu untuk berlalu. Kapan harus melangkah pergi… “
Kuti tersenyum, “ Walk away… seperti yang dikatakan lagu tadi, ya ? “
Dee mengangguk.
“ Konon ‘yang, sebetulnya semua orang pada dasarnya tidak ingin menyerah, tak ingin merasa gagal, tak suka pula jika harus korbankan sesuatu. Secara natural, begitulah biasanya yang dirasakan. “
“ Tapi, kadang- kadang ada situasi dimana layar lama harus ditutup agar layar baru dapat dikembangkan. Betul? “ tanya Kuti.
“ Betul, “ jawab istrinya. “ Ada banyak kondisi dimana seseorang harus menerima kenyataan bahwa bagaimanapun dia berusaha, sekuat apapun dia bertahan, tapi situasi tidak berubah menjadi lebih baik, dan keadaan begitu buruk dan terasa menekan, dan, pada titik itulah, seseorang harus berani untuk… “
“ Walk away ? “ Kuti melengkapi kalimat sang istri.
“ Ya, “ jawab Dee, “ Biarkan berlalu dan melangkah pergi saja — let it go… and walk away.”
“ Ada banyak saat dalam hidup dan kehidupan dimana tantangan yang dihadapi ternyata memang akan terlampau sulit untuk dilalui, atau tidak lagi realistis untuk terus bertahan. Dan saat itulah, pada keadaan semacam itu orang harus belajar untuk dapat mengambil keputusan untuk melangkah pergi. Pergi dengan kebanggaan dan harga diri tetap terpatri dalam diri…” lanjut Dee lagi.
“ Begitu ya? “ tanya Kuti
“ Begitu yang dikatakan Richard Templar dalam Rules of Life, “ jawab Dee, “ Tentu saja orang harus berjuang dalam hidupnya, juga harus berusaha bertahan menghadapi tantangan dan menguatkan hati untuk bertahan. Tapi ada pula saat ketika seseorang sampai pada suatu titik dimana demi kesehatan jiwa dan kebahagiaannya, yang perlu dilakukan adalah mengabaikan saja semuanya dan, itu tadi… melangkah pergi akan merupakan pilihan terbaik… “
“ Mmmm,. aku mengerti jalan pikiran sepeti itu, Dee, “ kata Kuti, “ Pada dasarnya tentu setiap orang ingin bertahan menghadapi situasi sulit. Tetapi pada situasi- situasi tertentu, bertahan hanya akan memperdalam tingkat stress seseorang, mungkin juga menyakitkan hati, atau mempengaruhi kesehatannya. Dalam hal seperti ini, melangkah pergi merupakan pilihan terbaik, ”
“Dan sebenarnya, ” lanjut Kuti, ” Melangkah pergi itu bukan semata- mata merupakan kekalahan atau menunjukkan kelemahan. Sebaliknya, hal tersebut justru menunjukkan kekuatan seseorang. Menunjukkan keberaniannya. Menunjukkan bahwa dia memilih untuk memegang kendali sendiri atas apa yang terjadi hidupnya, dan tidak membiarkan diri dikendalikan oleh situasi. “
Dee menganggkuk, menyepakati apa yang dikatakan suaminya. Seringkali orang menemukan titik- titik tertentu dalam hidupnya dimana dia harus berani membuat keputusan untuk melangkah pergi meninggalkan segala sesuatu yang membuatnya tertekan dan memberikan prioritas lebih dulu bagi kebahagiaannya sendiri.
Luka hati biasanya dapat disembuhkan oleh jarak dan waktu. Waktu akan bergulir dengan sendirinya tanpa manusia harus melakukan sesuatu. Maka, yang perlu dilakukan manusia adalah membuat jarak dengan masalah tersebut.
Dan, cara membuat jarak itu adalah dengan melangkah pergi.
Bukan karena lemah, tapi justru karena kuat…
Karena keinginan untuk tetap menjadi diri sendiri. Karena ingin tetap memegang kendali diri.
Karena meyakini ada bahagia seindah pelangi menanti di ujung jalan…
p.s. i love you
Senja hari. Semburat warna merah matahari menerangi langit.
KEHARUMAN teh menyebar dari tiga buah gelas yang terletak di meja teras rumah kayu. Sementara itu, dari halaman terdengar suara gelak tawa Pradipta dan Kuti yang sedang bermain bola berdua.
Dee duduk di teras, membaca tulisan suaminya entah untuk yang keberapa kalinya. Dia memang selalu menyukai tulisan Kuti, tetapi ada beberapa buah tulisan yang dibuat Kuti yang amat disukainya. Termasuk…
Dee menoleh mendengar suara- suara mendekat. Pradipta dan Kuti telah selesai bermain bola dan berjalan menuju teras. Dengan senang hati mereka menghampiri teh hangat dan martabak telur yang tersaji di atas meja.
“ Baca apa ‘yang? “ tanya Kuti menghampiri istrinya.
Dee tersenyum. “ Tulisanmu, “ jawabnya.
“ Indah sekali, “ lanjut Dee lagi.
Kuti tertawa. Telah diduganya jawaban sang istri tersebut. Sejak awal tulisan itu dibuat, Dee telah mengatakan bahwa dia menyukai tulisan tersebut. Dan Kuti tahu, Dee memiliki kebiasaan untuk membaca tulisan- tulisan yang disukainya lagi… lagi… dan lagi…
Perlahan, Kuti menghirup teh hangat dari gelasnya, sementara Dee masih membaca tulisan itu lagi, entah untuk yang ke berapa kalinya. Saat sedang membaca, telinga Dee lamat- lamat mendengar sebuah lagu lawas yang dinyanyikan Frank Sinatra
Walk away, please go before you throw your life away,
A life I could share for just a day.
We could have met some years ago. For your sake I’ll say,
Walk away, just go, walk away and live a life that’s full with no regret.
Don’t look back to me, just try to forget.
Why build a dream that cannot come true, so be strong,
Reach the stars now, walk away, walk on.
If I heard your voice, I’ll beg you to stay,
So don’t say a word, just run away.
Goodbye, my love, my tears will fall now that you’re gone,
I can’t help but cry but I must go on.
I’m sad that after searching so long,
Knew I love you but told you, walk away, walk on.
Mendengar kata- kata penutup lagu tersebut “walk away, walk on…” Dee tiba- tiba teringat sesuatu. Dia menatap kata- kata dalam tulisan Kuti yang sedari tadi dibacanya “Ketika hasrat dan harapan tak lagi selaras (dengan kenyataan) … “
“ ‘yang “ Dee menyapa Kuti
Kuti yang sedang menikmati teh hangatnya menoleh ke arah Dee.
“ ‘yang, “ kata Dee, “ kita kan sering sekali mendengar kalimat- kalimat pemberi semangat yang memotivasi seseorang saat menghadapi masalah, situasi yang tak diharapkan, ketika hasrat dan harapan tak selaras dengan kenyataan, untuk tetap menghadapi hal- hal tersebut dengan tabah dan kuat hati…”
Kuti mengangguk. Tentu saja dia pernah mendengar kalimat- kalimat seperti itu.
Dee menatap suaminya dan berkata, “ Ternyata sebenarnya… dalam hidup, tidak semua masalah harus dihadapi, tidak pada semua situasi tak enak seseorang harus bertahan menghadapi. Ada saat- saat dimana orang harus mengetahui kapan dia harus membiarkan sesuatu untuk berlalu. Kapan harus melangkah pergi… “
Kuti tersenyum, “ Walk away… seperti yang dikatakan lagu tadi, ya ? “
Dee mengangguk.
“ Konon ‘yang, sebetulnya semua orang pada dasarnya tidak ingin menyerah, tak ingin merasa gagal, tak suka pula jika harus korbankan sesuatu. Secara natural, begitulah biasanya yang dirasakan. “
“ Tapi, kadang- kadang ada situasi dimana layar lama harus ditutup agar layar baru dapat dikembangkan. Betul? “ tanya Kuti.
“ Betul, “ jawab istrinya. “ Ada banyak kondisi dimana seseorang harus menerima kenyataan bahwa bagaimanapun dia berusaha, sekuat apapun dia bertahan, tapi situasi tidak berubah menjadi lebih baik, dan keadaan begitu buruk dan terasa menekan, dan, pada titik itulah, seseorang harus berani untuk… “
“ Walk away ? “ Kuti melengkapi kalimat sang istri.
“ Ya, “ jawab Dee, “ Biarkan berlalu dan melangkah pergi saja — let it go… and walk away.”
“ Ada banyak saat dalam hidup dan kehidupan dimana tantangan yang dihadapi ternyata memang akan terlampau sulit untuk dilalui, atau tidak lagi realistis untuk terus bertahan. Dan saat itulah, pada keadaan semacam itu orang harus belajar untuk dapat mengambil keputusan untuk melangkah pergi. Pergi dengan kebanggaan dan harga diri tetap terpatri dalam diri…” lanjut Dee lagi.
“ Begitu ya? “ tanya Kuti
“ Begitu yang dikatakan Richard Templar dalam Rules of Life, “ jawab Dee, “ Tentu saja orang harus berjuang dalam hidupnya, juga harus berusaha bertahan menghadapi tantangan dan menguatkan hati untuk bertahan. Tapi ada pula saat ketika seseorang sampai pada suatu titik dimana demi kesehatan jiwa dan kebahagiaannya, yang perlu dilakukan adalah mengabaikan saja semuanya dan, itu tadi… melangkah pergi akan merupakan pilihan terbaik… “
“ Mmmm,. aku mengerti jalan pikiran sepeti itu, Dee, “ kata Kuti, “ Pada dasarnya tentu setiap orang ingin bertahan menghadapi situasi sulit. Tetapi pada situasi- situasi tertentu, bertahan hanya akan memperdalam tingkat stress seseorang, mungkin juga menyakitkan hati, atau mempengaruhi kesehatannya. Dalam hal seperti ini, melangkah pergi merupakan pilihan terbaik, ”
“Dan sebenarnya, ” lanjut Kuti, ” Melangkah pergi itu bukan semata- mata merupakan kekalahan atau menunjukkan kelemahan. Sebaliknya, hal tersebut justru menunjukkan kekuatan seseorang. Menunjukkan keberaniannya. Menunjukkan bahwa dia memilih untuk memegang kendali sendiri atas apa yang terjadi hidupnya, dan tidak membiarkan diri dikendalikan oleh situasi. “
Dee menganggkuk, menyepakati apa yang dikatakan suaminya. Seringkali orang menemukan titik- titik tertentu dalam hidupnya dimana dia harus berani membuat keputusan untuk melangkah pergi meninggalkan segala sesuatu yang membuatnya tertekan dan memberikan prioritas lebih dulu bagi kebahagiaannya sendiri.
Luka hati biasanya dapat disembuhkan oleh jarak dan waktu. Waktu akan bergulir dengan sendirinya tanpa manusia harus melakukan sesuatu. Maka, yang perlu dilakukan manusia adalah membuat jarak dengan masalah tersebut.
Dan, cara membuat jarak itu adalah dengan melangkah pergi.
Bukan karena lemah, tapi justru karena kuat…
Karena keinginan untuk tetap menjadi diri sendiri. Karena ingin tetap memegang kendali diri.
Karena meyakini ada bahagia seindah pelangi menanti di ujung jalan…
p.s. i love you
Rabu, 27 Januari 2010
Kisah Pohon Apel
Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. “Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu. “Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu.”Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”
Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.” Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita.
Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu
kembali sedih. Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. “Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel. “Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira.
Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa
sangat bersuka cita menyambutnya.”Ayo bermain-main lagi denganku,” kata pohon apel.”Aku sedih,” kata anak lelaki itu.”Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”
“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.”
Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “Maaf anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.” “Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel.”Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu.”Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.” “Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.” Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
NOTE :
Pohon apel itu adalah orang tua kita.
Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah
bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita
memperlakukan orang tua kita.
Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; danberterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.
Sumber : Safruddin in My Inspiration
Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. “Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu. “Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu.”Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”
Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.” Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita.
Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu
kembali sedih. Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. “Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel. “Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira.
Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa
sangat bersuka cita menyambutnya.”Ayo bermain-main lagi denganku,” kata pohon apel.”Aku sedih,” kata anak lelaki itu.”Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”
“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.”
Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “Maaf anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.” “Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel.”Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu.”Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.” “Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.” Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
NOTE :
Pohon apel itu adalah orang tua kita.
Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah
bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita
memperlakukan orang tua kita.
Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; danberterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.
Sumber : Safruddin in My Inspiration
Minggu, 24 Januari 2010
Taman Kebenaran
Hari itu adalah hari ju’mat ketika Doug Roman pergi ke taman dalam perjalanan pulang. Matahari mulai terbenam ketika Doug mendekati taman. Tak sulit menemukannya, lalu berhenti memarkirkan mobilnya. Taman Kebenaran itu ramai dipenuhi tukang kebun yang mengisi keranjang dan gerobak untuk memperindahnya. Barisan tanaman hijau, tanaman musiman, & keranjang gantung, memamerkan warna pelanginya.
Ketika Doug berjalan, tercium bau tanah yang tajam, jerami, rumput cedar, & kumpulan bunga. Dia berbelok dan melihat pemandangan di sekeliling taman. Ada keagungan di sini yang tak disadarinya ketika pertama kali masuk ke tempat parkir.
Doug berjalan diantara orang yang hanya berjalan-jalan. Akhirnya dia menemukan pintu masuk ke gedung utama, yang tersembunyi di belakang tembok gaya Victoria. Di konter utama, Doug memasukkan tangannya ke dalam saku dan mengambil sebuah kartu nama. Dia mencermati nama yang tercetak di dalam kartu itu : Adoi, Ahli Taman.
“Bisa saya bantu?” Doug berhadapan dengan seorang wanita berkulit cokelat, memegang sebuah tanaman pakis besar, serupa dengan daun pakis yang tercetak pada kartu nama itu. “Saya mencari Adoi,” kata Doug. Wanita itu tersenyum. “Saya Adoi. Saya menanti Anda Doug.”
Diikuti oleh Doug, Adoi berjalan mengelilingi sebuah display tanaman yang menggambarkan padang rumput di dataran tinggi. Kemudian berjalan terus melewati sebuah pintu terbuat dari besi yang ditempa, yang sebagian tersembunyi karena tertutup rimbunnya tanaman hijau. Ketika Doug mendekati pintu itu, dia melihat sebuah plat berukir yang ditempelkan pada besi yang penuh hiasan. Sebuah sketsa tanaman pakis dilukis pada sudut atas plat yang bertuliskan, “Selamat Datang Pencari Kebenaran.”
Mereka kemudian masuk ke sebuah paviliun di tanah terbuka, tempat beberapa jalan kecil bertemu. Makhluk-makhluk taman yang tergantung di teralis dan tiang-tiang, dikerumuni bunga mawar dan tumbuhan menjalar yang memanjat naik. “Mengapa aku tidak mengetahui taman ini? Ini pasti rekanan bisnis besar.” gumam Doug.
“Makhluk hidup tidak ada yang sama. Semua pohon dan tanaman yang Anda lihat di sini, hidup memerlukan perhatian dan perawatan tersendiri untuk membesarkannya. Satu cara perawatan tidak berlaku efektif untuk semua tanaman. Tanah, kelembaban, dan suhu harus disesuaikan dengan kebutuhan setiap tanaman. Tanaman yang berbeda menuntut lingkungan yang berbeda untuk tumbuh,” lanjut Adoi.
Doug mencermati Microlepia strigosa, sejenis tanaman pakis yang tumbuh di tanah yang lembab dan gembur. “Daunnya paling bagus kalau terlindung dibanding berada di luar meski dengan angin sepoi-sepoi,” katanya. “Saya harap orang semacam Anda tidak bisa dikalahkan oleh sebuah tanaman pakis dalam pot,” komentar Adoi dengan gurau sambil mengambilkan sebuah tanaman Pakis Besar dalam pot untuknya. Dan pertemuan mereka selesai saat itu.
*Seperti halnya tanaman, bila tujuan kita adalah untuk menumbuhkan dan mendorong orang-orang di sekitar kita untuk tumbuh, kita harus mempertimbangkan kebutuhan masing-masing indidividu. Kita tak akan memperlakukan tanaman pakis seperti tanaman mawar kan ?
Situasi yang tidak bisa diramalkan menempatkan kita dalam posisi untuk bertanggung jawab atas orang-orang dan hal-hal yang pernah dipelihara oleh orang lain dengan penuh kasih. Perlunya perhitungan untuk hal yang ingin kita tumbuhkan dan serta menyiapkan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan itu.
[Your Leadership Legacy]
Ketika Doug berjalan, tercium bau tanah yang tajam, jerami, rumput cedar, & kumpulan bunga. Dia berbelok dan melihat pemandangan di sekeliling taman. Ada keagungan di sini yang tak disadarinya ketika pertama kali masuk ke tempat parkir.
Doug berjalan diantara orang yang hanya berjalan-jalan. Akhirnya dia menemukan pintu masuk ke gedung utama, yang tersembunyi di belakang tembok gaya Victoria. Di konter utama, Doug memasukkan tangannya ke dalam saku dan mengambil sebuah kartu nama. Dia mencermati nama yang tercetak di dalam kartu itu : Adoi, Ahli Taman.
“Bisa saya bantu?” Doug berhadapan dengan seorang wanita berkulit cokelat, memegang sebuah tanaman pakis besar, serupa dengan daun pakis yang tercetak pada kartu nama itu. “Saya mencari Adoi,” kata Doug. Wanita itu tersenyum. “Saya Adoi. Saya menanti Anda Doug.”
Diikuti oleh Doug, Adoi berjalan mengelilingi sebuah display tanaman yang menggambarkan padang rumput di dataran tinggi. Kemudian berjalan terus melewati sebuah pintu terbuat dari besi yang ditempa, yang sebagian tersembunyi karena tertutup rimbunnya tanaman hijau. Ketika Doug mendekati pintu itu, dia melihat sebuah plat berukir yang ditempelkan pada besi yang penuh hiasan. Sebuah sketsa tanaman pakis dilukis pada sudut atas plat yang bertuliskan, “Selamat Datang Pencari Kebenaran.”
Mereka kemudian masuk ke sebuah paviliun di tanah terbuka, tempat beberapa jalan kecil bertemu. Makhluk-makhluk taman yang tergantung di teralis dan tiang-tiang, dikerumuni bunga mawar dan tumbuhan menjalar yang memanjat naik. “Mengapa aku tidak mengetahui taman ini? Ini pasti rekanan bisnis besar.” gumam Doug.
“Makhluk hidup tidak ada yang sama. Semua pohon dan tanaman yang Anda lihat di sini, hidup memerlukan perhatian dan perawatan tersendiri untuk membesarkannya. Satu cara perawatan tidak berlaku efektif untuk semua tanaman. Tanah, kelembaban, dan suhu harus disesuaikan dengan kebutuhan setiap tanaman. Tanaman yang berbeda menuntut lingkungan yang berbeda untuk tumbuh,” lanjut Adoi.
Doug mencermati Microlepia strigosa, sejenis tanaman pakis yang tumbuh di tanah yang lembab dan gembur. “Daunnya paling bagus kalau terlindung dibanding berada di luar meski dengan angin sepoi-sepoi,” katanya. “Saya harap orang semacam Anda tidak bisa dikalahkan oleh sebuah tanaman pakis dalam pot,” komentar Adoi dengan gurau sambil mengambilkan sebuah tanaman Pakis Besar dalam pot untuknya. Dan pertemuan mereka selesai saat itu.
*Seperti halnya tanaman, bila tujuan kita adalah untuk menumbuhkan dan mendorong orang-orang di sekitar kita untuk tumbuh, kita harus mempertimbangkan kebutuhan masing-masing indidividu. Kita tak akan memperlakukan tanaman pakis seperti tanaman mawar kan ?
Situasi yang tidak bisa diramalkan menempatkan kita dalam posisi untuk bertanggung jawab atas orang-orang dan hal-hal yang pernah dipelihara oleh orang lain dengan penuh kasih. Perlunya perhitungan untuk hal yang ingin kita tumbuhkan dan serta menyiapkan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan itu.
[Your Leadership Legacy]
Langganan:
Postingan (Atom)