Sabtu, 23 Januari 2010

Pernikahan Muhammad dengan Khadijah

Janda Cantik Bermata Jeli

Sebelum dijemput oleh bapa saudaranya, maka terlebih dahulu ia pun telah menerima seorang perempuan bernama Nafisah, utusan Khadijah r.a yang datang untuk menjalin hubungan kekeluargaan. Utusan peribadi Khadijah itu bertanya: “Muhammad, kenapa engkau masih belum berfikir mencari isteri?”

Muhammad SAW menjawab: “Hasrat ada, tetapi kesanggupan belum ada.”

“Bagaimana kalau seandainya ada yang hendak menyediakan nafkah? Lalu engkau mendapat seorang isteri yang baik, cantik, berharta, berbangsa dan sekufu pula denganmu, apakah engkau akan menolaknya?”

“Siapakah dia?” tanya Muhammad SAW.
“Khadijah!” Nafisah berterus terang. “Asalkan engkau bersedia, sempurnalah segalanya. Urusannya serahkan kepadaku!”

Usaha Nafisah berjaya. Ia meninggalkan putera utama Bani Hasyim dan langsung menemui Khadijah r.a,menceritakan kesediaan Muhammad SAW. Setelah Muhammad SAW menerima pemberitahuan dari saudara-saudaranya tentang hasil pertemuan dengan Khadijah r.a, maka baginda tidak keberatan mendapatkan seorang janda yang usianya lima belas tahun lebih tua daripadanya.Betapa tidak setuju, apakah yang kurang pada Khadijah?Ia wanita bangsawan, cantik, hartawan, budiman. Dan utamanya pula karena hatinya telah dibukakan Tuhan untuk mencintainya, telah ditakdirkan akan dijodohkan dengannya.Kalau dikatakan janda, biarlah! Ia memang janda umur empat puluh, tapi janda yang masih segar, bertubuh ramping, berkulit putih dan bermata jeli.

Maka diadakanlah acara yang penuh keindahan itu. Hadir sama Waraqah bin Naufal dan beberapa orang-orang terkemuka Arab yang sengaja dijemput. Abu Thalib dengan rasmi meminang Khadijah r.a kepada saudara sepupunya. Orang tua bijaksana itu setuju. Tetapi dia meminta tempoh untuk berunding dengan wanita berkenaan.

Khadijah r.a diminta pendapat. Dengan jujur ia berkata kepada Waraqah: “Hai anak bapa saudaraku, betapa aku akan menolak Muhammad SAW padahal ia sangat amanah, memiliki keperibadian yang luhur, kemuliaan dan keturunan bangsawan, lagi pula pertalian kekeluargaannya luas”.

“Benar katamu, Khadijah, hanya saja ia tak berharta”,ujar Waraqah.

“Kalau ia tak berharta, maka aku cukup berharta. Aku tak memerlukan harta lelaki. Kuwakilkan kepadamu untuk menikahkan aku dengannya,” demikian Khadijah r.a menyerahkan urusannya.
Waraqah bin Naufal kembali mendatangi Abu Thalib memberitakan bahwa dari pihak keluarga perempuan sudah bulat mufakat dan merestui bakal pernikahan kedua mempelai. Lamaran diterima dengan persetujuan mas kahwin lima ratus dirham. Abu Bakar r.a, yang kelak mendapat sebutan “Ash-Shiddiq” sahabat akrab Muhammad SAW. sejak dari masa kecil, memberikan sumbangan pakaian indah buatan Mesir, yang melambangkan kebangsawaan Quraisy, sebagaimana layaknya dipakai dalam upacara adat istiadat pernikahan agung, apalagi karena yang akan dinikahi adalah seorang hartawan dan bangsawan pula.Peristiwa pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah r.aberlangsung pada hari Jumaat, dua bulan sesudah kembali dari perjalanan niaga ke negeri Syam.

Bertindak sebagai wali Khadijah r.a ialah bapa saudaranya bernama ‘Amir bin Asad, sedang Waraqah bin Naufal membacakan khutbah pernikahan dengan fasih,disambut oleh Abu Thalib sebagai berikut:”Alhamdu Lillaah, segala puji bagi Allah Yang menciptakan kita keturunan (Nabi) Ibrahim, benih (Nabi) Ismail, anak cucu Ma’ad, dari keturunan Mudhar.

“Begitupun kita memuji Allah SWT Yang menjadikan kita penjaga rumah-Nya, pengawal Tanah Haram-Nya yang aman sejahtera, dan menjadikan kita hakim terhadap sesama manusia.
“Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin Abdullah, kalau akan ditimbang dengan laki-laki manapun juga, niscayalah ia lebih berat dari mereka sekalian. Walaupun ia tidak berharta, namun harta benda itu adalah bayang-bayang yang akan hilang dan sesuatu yang akan cepat perginya. Akan tetapi Muhammad SAW, tuan-tuan sudah sama mengenalinya siapa dia. Dia telah melamar Khadijah binti Khuwailid. Dia akan memberikan mas kahwin lima ratus dirham yang akan segera dibayarnya dengan tunai dari hartaku sendiri dan saudara-saudaraku.

“Demi Allah SWT, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang dirinya bahwa sesudah ini, yakni di saat-saat mendatang, ia akan memperolehi berita gembira (albasyaarah) serta pengalaman-pengalaman hebat.

“Semoga Allah memberkati pernikahan ini”.

Penyambutan untuk memeriahkan majlis pernikahan itu sangat meriah di rumah mempelai perempuan. Puluhan anak-anak lelaki dan perempuan berdiri berbaris di pintu sebelah kanan di sepanjang lorong yang dilalui oleh mempelai lelaki, mengucapkan salam marhaban kepada mempelai dan menghamburkan harum-haruman kepada para tamu dan pengiring.

Selesai upacara dan tamu-tamu bubar, Khadijah r.a membuka isi hati kepada suaminya dengan ucapan: “Hai Al-Amiin, bergembiralah! Semua harta kekayaan ini baik yang bergerak mahupun yang tidak bergerak, yang terdiri dari bangunan-bangunan, rumah-rumah,barang-barang dagangan, hamba-hamba sahaya adalah menjadi milikmu. Engkau bebas membelanjakannya ke jalan mana yang engkau redhai !”

Itulah sebagaimana Firman Allah SWT yang bermaksud:”Dan Dia (Allah) mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kekayaan”.(Adh-Dhuhaa: 8) Alangkah bahagianya kedua pasangan mulia itu, hidup sebagai suami isteri yang sekufu,sehaluan, serasi dan secita-cita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar