Minggu, 24 Januari 2010

Pohon apel tua

Dear Sahabat, pagi yang segar dengan embun menetes dari dedaunan semoga menyegarkan semangat kita memetik buah terbaik. Selamat memetik inspirasi dari Sebuah Kisah tentang buah apel yang ingin hidupnya terus berharga.
-oo0oo-

Ada sebuah pohon apel tua di sebuah kebun tumbuh dengan pohon-pohon lain. Sepanjang musim hujan dia menjulurkan cabang-cabangnya lebar untuk menangkap air hujan dan matahari untuk menumbuhkan apel bulat besar dan matang. Sekarang saat musim buah. Di pohon apel tua terdapat tiga buah apel besar kuning seperti emas dan lebih besar daripada apel lainnya di seluruh kebun. Pohon apel tumbuh selebar dan setinggi mungkin, sampai cabang yang tumbuh tiga apel emas tergantung di atas pagar kebun. Ada tiga apel besar, menunggu seseorang untuk memilih mereka. Ketika angin bertiup melewati daun-daun pohon apel itu, tiga apel lalu bernyanyi:

"Di sini, di kebun ada tiga apel,
Siapa yang mengambil salah satu kami, dia akan menemukan harta yang sangat berharga."
Dan suatu pagi muncul seorang anak laki-laki yang berjalan melewati pagar kebun. Dia memandang penuh perhatian pada tiga apel emas, berharap bahwa ia mungkin memiliki salah satu buah apel itu. Saat itu angin yang menyanyikan lagu lagi pada daun pohon apel dan, menjatuhkan salah satu apel emas, tepat di kaki anak laki-laki itu.
Dia mengambil apel itu dan memutar-mutarnya di tangannya. Betapa segar aroma manisnya, dan betapa lembut dan berairnya apel ini! Anak laki-laki itu tak berpikir apa-apa lagi selain membayangkan betapa lezatnya apel ini. Dia memasukkannya ke mulutnya dan mengambil gigitan besar, lalu menggigit lagi, dan lagi. Tak lama kemudian tak ada lagi yang tersisa dari apel kecuali bagian tengah tengahnya, dan dibuangnya oleh anak laki-laki itu. Dia membersihkan mulutnya dan melanjutkan perjalanannya. Namun angin di pohon-pohon apel berseru, begitu sedih, lalu setelah itu dia bernyanyi lagi:

"Di sini di kebun ada dua apel,
Tapi telah pergi satu dan hilanglah harta berharga yang jatuh untuk mu. "

Dan setelah beberapa saat, Seorang anak perempuan berjalan melewati pagar kebun. Dia memandang ke arah dua apel emas indah yang tergantung di cabang pohon apel tua, dan ia mendengarkan angin seperti menyanyi di cabang dan dedaunan:

" Di sini di kebun ada dua apel,
Sebuah harta berharga untuk seorang anak seperti kamu. "

Kemudian angin bertiup lebih keras dan, terhempaslah sebuah apel jatuh di jalan tepat di depan anak perempuan itu.

Dia memegangnya dengan gembira. Dia belum pernah melihat apael yang begitu besar dan seperti emas. Dia memegang dengan hati-hati dengan kedua tangannya yang tergenggam. Dia berpikir dan merasa sayang bila memakannya, karena kalau sampai apel ini dimakan maka keindahannya akan lenyap.

"Aku akan selalu menjaga apel emas ini," kata anak perempuan itu. Lalu dia membungkusnya di saputangan bersih yang ada di sakunya. Anak perempuan itu pulang ke rumah, dan di sana ia meletakkan apel emas dari pohon apel tua di laci dan menutup laci rapat-rapat. Apel emas itu terbaring di dalam laci, dalam kegelapan, dan semua dibungkus, selama beberapa hari, sampai busuk. Dan ketika anak perempuan itu kembali lewat jalan kecil dan melewati kebun, angin di pohon apel menyanyikan lagu untuknya:

"Hanya tinggal satu apel lagi, dulunya ada dua.
Telah pergi dan hilang harta berharga yang kuberikan kepadamu. "

Akhirnya, seorang kakek tua menyusuri jalan pada pagi yang cerah ketika matahari bersinar hangat dan angin bertiup sepoi-sepoi. Disana, menggantung di atas pagar kebun, ia melihat hanya ada satu apel emas besar yang tampaknya apel terindah yang pernah dilihatnya. Ketika ia berdiri memandang ke arah itu, angin dari pohon apel bernyanyi untuknya, dan berkata:

"Bulat dan emas di pohon apel,
Harta yang sangat berharga, menggantung, lihatlah! "

Kemudian angin bertiup lebih keras, dan jatuhlah apel emas terakhir dari tiga apel ke tangan kakek tua yang sudah siap menangkapnya.

Dia memegang dan memandangi apel itu dalam waktu lama sebagaimana anak leaki dan anak perempuan sebelumnya lakukan. Dia juga berpikir betapa nikmatnya bila di makan, dan betapa cantiknya bila dia memamerkan atau menyimpannya. Lalu ia memutuskan untuk tidak melakukan dari apa yang dipikirkannya tadi. Ia mengambil pisau dari sakunya dan memotong apel emas di tengah, lurus, dan persis di tengah-tengah antara bunga dan batang.

Oh, kejutan menunggu, apa yang akan dilakukan oleh Kakek tua! Ada sebuah bintang dibagian tengah apel, dan di setiap sudut bintang terdapat benih hitam kecil. Kakek tua hati-hati mengeluarkan semua benih lalu memanjat pagar kebun, memegang mereka di tangannya. Tanah di kebun itu masih gembur dan lembab, karena hujan baru saja turun. Kakek tua itu membuat lubang di tanah dan di setiap lubang ia menanam benih apel. Lalu ia menutupi benih dengan tanah dan naik kembali ke pagar untuk makan apel. Kemudian kakek tua itu pergi meninggalkan kebun.

Ketika Kakek tua berjalan menyusuri jalan, angin kebun mengikutinya, bernyanyi untuknya dari setiap pohon dan semak,

"Sebuah benih yang ditanam adalah harta yang akan terus berharga.
Pekerjaan apel sekarang telah dilakukan dengan baik. "

By:Achmad Siddik Thoha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar