Senin, 25 Januari 2010

Tentang Perpecahan Palestina

Koran Al-Majd, Senin 18 Januari 2010

Masalah perpecahan Palestina belakangan menjadi blowup media. Ia seakan menjadi bola salju. Penulis ingin membahas hakikatnya sejak awal konflik dengan kolonial Inggris hingga penjajah Israel.

Ada perbedaan di kalangan internal Palestina yang muaranya adalah bagaimana menghadapi penjajah Israel yang didukung oleh kolonial Inggris pada saat itu dan dilanjutkan dengan dukungan Amerika dan kekuatan lainnya.

Pada tahapan perjuangan Palestina di pertengahan abad 20 ada sejumlah terminal perbedaan Palestina. Dimulai dari munculnya gerakan Fatah pada 1 Januari 1965 dan penentangan kelompok Nashiri terhadap cara-cara Fatah. Nashiri menganggap Fatah ingin menyeret elit-elit bangsa Arab resmi ke dalam perang dengan Israel padahal persiapan dan persatuan umat belum digalang. Ini dianggap akan menguntungkan Israel. Kemudian Fatah sempat memusuhi PLO yang dibentuk oleh negara-negara Arab yang dipimpin oleh Shaqiri tahun 1964. Kemudian sikap itu berbalik 180 derajat dimana Arafat menjadi pimpinan PLO pada 1969.

Tahun 1974, setelah program 10 Palestina terjadi perpecahan di internal Palestina. Bahkan di internal Fatah sendiri terjadi perpecahan di pertengahan tahun 1980-an hingga korban jatuh di wilayah Libanon.

Di era Intifadhah tahun 1987, ada dua pimpinan Intifadhah; Hamas dengan prinsip politik mengakar dengan mempertahankan prinsip dan hak dasar Palestina dan Fatah yang mengakui eksistensi Israel melalui resolusi 242 pada tahun 1988 dan ditegaskan di Oslo. Sejak saat itu Palestina terbelah dengan gap sangat dalam.

Dari sini, membesarkan kasus di Jalur Gaza pada 14 Juni 2007 - dimana Hamas terpaksa menerapkan kekuasaan miliernya – digunakan sebagai alat politik oleh kelompok tertentu dengan menuding Hamas bertanggungjawab. Sementara pihak di Ramallah ingin menerapkan kebijakan yang sama sesuai dengan rencana Dayton Amerika.

Kita sama-sama menyaksikan dukungan penuh komplotan Cami David dan Oslo terhadap agresi Israel Cast Lade (agresi Israel di Gaza setahun lalu). Saksi-saksi elit Israel terhadap dukungan ini sudah menjadi rahasia umum. Tujuannya adalah mencabut kekuasaan Hamas dari Jalur Gaza sampai akar-akarnya. Sampai sekarang, ini menjadi tujuan bersama berbagai pihak bersama Israel. Tiba-tiba setelah target itu gagal diwujudkan dalam agresi Israel, Mesir mengambil inisiatif menjadi mediator rekonsiliasi Palestina tahun 2009. Anehnya, Mesir menjadi bagian dari konspirator karena merumuskan semua mekanisme prosudural untuk dihegemoni oleh Otoritas Palestina pimpinan Abbas. Tujuannya agar Abbas bisa menguasai Jalur Gaza.

Draft rekonsiliasi Mesir sangat membahaykan masa depan perlawanan Palestina. Mesir sendiri sebagai mediasi dialog tidak netral dan berpihak kepada pihak Otoritas Palestina di Ramallah dan mengorbankan Hamas. Hal ini dibuktikan dengan tindakan Mesir membangun tembok baja di perbatasan Jalur Gaza. Tindakan Mesir menghalangi dan represif terhadap konvoi bantuan Lifeline 3 juga menjadi bukti mediator rekonsiliasi ini tidak berpihak. Akibatnya 55 peserta konvoi terluka. Dalam hal ini, Mesir berhasil menjadi musuh utama bagi bangsa Palestina daripada Israel dan Amerika. (bn-bsyr)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar